Saturday 26 July 2014

RETRACING H3RO : AFTER DAWN ON THE ROAD TO TELUK INTAN (JEJAK-SEMULA H3RO : SELEPAS SUBUH DALAM PERJALANAN KE TELUK INTAN)


Road to Teluk Intan, from Bota to Kampung Gajah to Sungai Manik to Kampung Bahagia to Teluk Intan town, driving by and across Perak River and Kinta River, paddy fields on the left and right, canals, the rustic smell, the kampung houses, mosques, roadside stalls, house restaurants, the ubiquitous kapcai, the early morning songs of the birds, the street market........greet and console me, on my way back to return to my fitrah, to my abode of peace, my anchor, my home, to be closer (in spirit) with Bonda (my mother) and Ayahanda (my late father). 



Jalan ke Teluk Intan, dari Bota ke Kampung Gajah ke Sungai Manik ke Kampung Bahagia ke pekan Teluk Intan, memandu seiring dan merentas Sungai Perak dan Sungai Kinta, sawah padi di kiri dan kanan, tali air, bau desa, rumah-rumah kampung, masjid, gerai-gerai tepi jalan, restoran rumah, kapcai merata-rata, nyanyian pagi burung-burung, pasar jalan.......menyambut dan memujuk saya, yang dalam perjalanan kembali ke fitrah, ke lubuk damai, sauh, rumah, untuk dekat (di jiwa) dengan Bonda dan arwah ayahanda.


I was taught and brought up by this road. I used to travel back from Teluk Intan to Pasir Salak and Teluk Kepayang with my father and mother on kapcai (motorcycle), crossing the Kinta River by ferry and Perak river with hand-paddled sampan (small boat). After they had migrated to Teluk Intan, this road became the bridge that linked both my mother and father with their root, Teluk Kepayang. Now this road has become the pathway for me to return to their history, legacy, heritage and intangible values, their abode of love (the house that they built together for their family). 



My duty is to pass the values to my kids. Going back to Teluk Intan has become my small way of showing my deepest respect, honour and love to both of them for all the values that they have (had) invested in me. So much that they had endured and went through. I pray and hope that my children will do the same to their grandparents and to my wife and I, especially when both of us have become old.   

Saya dibesar dan didewasakan oleh jalan ini. Saya pernah dibawa pulang dengan kapcai (duduk antara Bonda dan Ayahanda) dari Teluk Intan ke Pasir Salak dan Teluk Kepayang, menyeberang Sungai Kinta dengan feri dan Sungai Perak dengan perahu berdayung. Setelah berhijrah ke Teluk Intan, jalan ini menjadi titian yang menghubungkan Bonda dan Ayahanda dengan tapak asal di Kampung Teluk Kepayang. Kini, ia menjadi titian laluan untuk saya kembali bertaut dengan sejarah, tinggalan, warisan, pusaka zahir dan batin kedua Ayahanda dan Bonda, lubuk cinta mereka (rumah yang mereka bina bersama untuk keluarga).   

Tugas saya adalah untuk memanjangkan pusaka batin ini kepada anak-anak. Pulang ke Teluk Intan adalah cara kecil saya untuk menzahirkan rasa hormat dan cinta kepada mereka berdua atas segala nilai yang telah mereka tanam dalam diri saya. Begitu banyak sekali yang telah mereka tempuh dan lalui. Saya berdoa dan berharap agar anak-anak akan melakukan perkara yang sama untuk kedua Tok Wan dan Tok Syeh mereka, juga untuk isteri dan saya, apabila kami telah tua nanti.


Photography by Delly Adeela



No comments:

Post a Comment

BALADA MENARA CONDONG & WIRAWATI YG DIPINGGIR LUPA.

BALADA MENARA CONDONG & WIRAWATI YG DIPINGGIR LUPA. Tentang tapak niaga wanita cekal, 'tanah' asal tumpah darah, rumah, pulang k...