Saturday, 20 August 2011

KOCAK DI FUKUOKA (RIPPLES IN FUKUOKA)



Saya ke Fukuoka untuk tujuan penyelidikan, tapi ironisnya lebih tertarik kepada hal-hal ghaib yang sebelum ini begitu mudah di ketepikan dalam kesibukan mengejar 'nama' atau 'menggapai impian mimpi benda'. Ianya adalah hal berkait dengan kebesaran cinta tak bersyarat dimana para wanita adalah 'penjaganya' yang terbaik. Mungkin agaknya, mencampakkan diri keseorangan dalam ziarah dan uzlah boleh mencipta keajaiban pada hati yang sudah beku dan degil.


Umpan dinding sepanjang denai gudang di Fukuoka

Simbahan cahaya sepanjang jalan pulang ke Hyatt Residential Suite yang penuh pesanan gergaji mata dua kapitalisme
Hati kelabu walaupun di Fukuoka, awannya sering putih dan langit selalu biru
1 Syawal di Ueno, Tokyo, 2003

I went to Fukuoka Japan for a research purpose, but ironically found more more attachment to intangible values so conveniently sidelined in the midst of sustaining a 'carrier' or 'quest' - the preciousness or give of love of which women are its best guardians. I guess throwing oneself alone in isolation can do wonders to stubborn and frozen heart.


Self-reflection in Tolyo 2003
The zen of eating 'nothing'
The zen of drinking one's own state of mind

"Kocak di Fukuoka" adalah bayangan kepada dialog (atau dalam beberapa keadaan, pertarungan) peribadi dengan 'diri yang halus', sambil menulis pengalaman saya kepada isteri yang tersayang. Waktu itu, saya memang liar (lebih tepat lagi, hati sesat melarat sedang mengawal minda yang lemah). Walaupun buku ini disusun secara berurutan, segala lakaran intuitif dan nota refleksi dibiarkan seperti keadaan asalnya - agak terpisah-pisah, rawak dan berterabur, seperti juga cara minda berfungsi apabila ia menyoal diri. Oleh itu, jangan haraplah dapat membaca cerita yang elok tersusun secara dramatik seperti sebuah novel yang indah. 


Tebing bumbung di Kyoto
Puncak bumbung di Kyoto
Adab mengadap rezeki atas tatami di Kyoto


"Ripples in Fukuoka" is a reflection of my very personal and private encounter (at some points, war) with the inner self, whilst writing about my experiences to my beloved wife. I was rather a wild person then (more like a meandering heart taking control of a weak mind then) Even though the book is arranged in a linear way, the intuitive sketches and reflective notes are left as they are - rather disjointed, random and scattered, very much like the way one's brain works when it is questioning itself. So, don't expect nice storyline unfolding dramatically like a typically constructed novel here.

I submitted to the glimpse of sublime beauty in Kyoto
Cocoon
Forms disappear on the window of Shinkansen as it travels 300km/hour
 
Saya menjalani Ramadhan 2003 di Fukuoka dan Kyoto, dan menyambut lebaran di Tokyo keseorangan. Ia meninggalkan pesanan yang kekal dan masih berlegar-legar tentang peri pentingnya untuk kita kembali menguasai anugerah teragung yang dikurniakan - minda, dari dijajah oleh fikiran (atau kocak) yang negatif. Ia mengingatkan saya untuk menjadi pengarang/hero/pemenang dalam cerita hidup saya. 

Teknologi dan tradisi di pinggir Tokyo
Tak perlu ke Peranchis untuk mencari  'The Thinker'. Dia ada bersantai di Impressionist Museum di Euno, Tokyo
Denai di Tokyo

I spent my 2003 Ramadhan in Fukuoka and Kyoto and Eidul Fitri in Tokyo alone.  It left a lasting and lingering reminder about the need to reclaim one's greatest gift - one's mind, from being a captive to all the negative thoughts (ripples). It reminds me to be the author/hero/winner of my own story.


1 Syawal at Tokyo Zoo, with a Pagoda

Fukuoka adalah katalis kerohanian saya. Agak lucu juga, kerana saya menyangka tentulah tempatnya di Mekah. Walaupun sudah dua kali saya ke Mekah mengadap Kaabah mengerjakan umrah, pengalamannya tidak 'sekocak' Fukuoka. Mekah menyelimuti saya dengan tenaga rohani suci yang berbeza.


Bersama Noriko dan Prof. U dan para pelajar sarjananya dari Kyushu University bertandang di pejabat sementara saya di FAAM

Fukuoka was one of my few spiritual catalysts. Funny though, I thought it would be in Mecca. I went to Mecca twice for umrah but nothing as spiritually substantial as in Fukuoka took place when I was in Mecca or in front of the Kaaba. Mecca enveloped me with a totally different sublime energy. 

Sebab itulah buku ini sangat dekat dengan saya. Saya mengambil masa 8 tahun meyakinkan diri untuk berkongsinya dengan publik. Salam kasih dan doa saya untuk semua yang sudi membaca dan mengalami lontaran tenaganya.

Therefore, this book is so dear to me. It took me 8 years to have the courage to share it with the general public. My love and doa for those who are willing to read and experience the vibes. 


    

(Terima kasih tidak terhingga kepada Hafizah, Penolong Kurator di Muzium dan Galeri Tuanku Fauziah USM kerana sangat bersabar dengan kerenah saya sepanjang proses penyediaan buku ini yang memakan masa. Ini adalah hasil kesabaran anda dan bukti kebolehan anda. Simpan ia buat bekal masa depan.) 

For pictures from the book, check out
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.129382210438932.13203.100001014620306&type=1

2 comments:

  1. waktu saya ketemu buku ini, pyanhabib tengah pegang. katanya buku ni tuan hadiahkan untuk kawan2. sy mintak sekejap dari dia, saya baca, dan sy nak..tapi tak berani cakap, lepas balik dr jumpa pyanhabib, baru saya cakap yang saya nak. haha. dia kata oo..tadi aim lah ye..

    dan saya nak tanya, mana boleh dapat buku ni? huu

    ReplyDelete

AYAHKU & NELAYAN

(Selepas "Ayahku dan Angkasawan" oleh Ibrahim Hussein) Kita singgah ke Kampung Baru, Manjung, Perak. Ini pekan nelayan. Dekat deng...