Saturday, 29 March 2014

NAIK SAKSI

"Wahai minda yang memancarkan pengalaman ruang-masa, fikir dan rasa, juga pengalaman jasad-fizikal. Wahai minda yang memancarkan mimpi benda yang sebenarnya tiada, ........KAMU BUKAN AKU. Wahai minda, kembalilah pada syahadah, agar kamu tidak lagi boleh berpura-pura menjadi AKU."

Yang benar
(Saksi SEDAR yang memerhati minda memancarkan pengalaman ruang-masa, fikir, rasa, jasad fizikal dan mimpi benda)


MENYERAH

Seorang murid bertanya pada gurunya, "Saya selalu cakap pada diri sendiri terutama bila berlaku sesuatu musibah, berserahlah pada Allah. Tapi saya masih lagi tak tenang. Macam mana nak tau yang saya dah betul-betul berserah?"

Guru jawab, "Bila kamu rasa dah tak perlu tanya soalan ni lagi."

Friday, 28 March 2014

SEARCH AND RESCUE OPERATION.

"Dear Mr. Hasnul, how can I be outside my mind and feeling? Its rather nonsensical and kind of mumbo-jumbo. I am what I think and feel, .....don't I?"

Okay, let say you have a point, an opinion, an intellectual position, a thought pattern. Lets focus on that thought for a while, without being judgmental, without responding or adding another thought to it. You don't have to shut it off either. You can't. Just witness it, observe it.  Just be aware of that thought. Let it be. 

Now, imagine seeing (and hearing) that thought as a sound or musical note, vibrating in a certain frequency and amplitude (degree of loudness) like a wave. Again, just let it be. Let it echo. Do not resist, let it pass through you. Witness how long that particular echo, note, sound or thought will last as you witness or observe it NOW, every NOW. Be presence.

Okay, now imagine tuning or lowering down the amplitude (loudness) of the thought.  See and hear 'through' it. As the amplitude of the thought lowers, shift your awareness to the feeling that comes with the thought.  Your are shifting from witnessing 'thinking' to witnessing the 'feeling'; from being aware of thinking to being aware of feeling.

Identify the feeling, as some forms of emotional register. Let say they are fear, insecurity, anger and hate. Be intensely aware of the presence of these emotional forms, dwelling within you. You don't have to force yourself to shut them off. Acknowledge them, see them, witness them, hear them, smell them, shine a light on them, but do not respond, do not add another feeling to them, do not resist, do not feed them either, just let them be. Now, imagine seeing (or hearing them) as sounds or musical notes, vibrating in a range of frequencies and amplitude (loudness) like waves. Just let them be. Let them echo through. Do not resist, let them pass. See 'through' them. Witness how long those echoes, notes, sounds or feelings can last.
  
Now, shift your awareness to the silence rather than the sounds. Imagine seeing your emotional sounds as musical notes on a piece of white paper. Shift your focus to the paper, not the musical notes. Be the paper that allows the musical notes to be written. Be the silence and stillness that allow the sounds to vibrate and be heard. Be the stillness that allows thinking and feeling to 'appear'. Witness how long they can 'exist' and 'stay', before they start to disappear or dissolve into the silence, into nothingness.

Thinking and feeling, once witnessed or observed, cannot stay long to pretend to be the 'real YOU' (the ever-presence silent/still witness or observer). They cannot take over YOU, or create a false sense of self (ego) that will veil your true light (Self-being-essence) from shining through.

As you are being aware of your thinking and feeling, you are unveiling your inner body hidden underneath the 'noises' of your thinking and feeling. Those noises (frequencies) can become very dense and opaque, including what you take as you 'body'. As you become the witness or observer of the dreams of form, space and time, you make your body, thinking and feeling transparent, without having to shut them off. No more violent waves (thinking) and 'bad weathers' (feelings) to obscure your inner body to glow and shine.

The longer you can be aware (witness or observer) of the noises of your thinking and feeling, the more they lost their power (grip) over you; the less opaque they become (more transparent); the larger the gap (opening or door) to enter your inner body and let it glow and shine. 

Now, you are ready to journey within, to search and rescue your true Self, hidden or obscured (veiled) by your false sense of ego (created by thinking and feeling). From there, your may return to your true nature, destination, the Hidden, the Secret, the abode of eternal Love and Peace, the place of Return, the Source, the One, with no opposite, no binary - a state of Oneness and Union.

But please remember, these are just words. Words are mere pointers, signposts, representations, mediators, bridge, language. They are still mind created forms. They are not the pointed, the signified, not the One, not the Source. The Source can only be experienced, but not 'explained' or 'described'.  The One, the Source, is not the 'explanation' or the 'description', not the sign, not the language, not the representation, not mind forms. So, don't stay and hang on to words, you can't find your true Self and the Source in mind forms, in words, created by thinking and feeling. 

Nonsensical? Mumbo-jumbo? You decide and chose what form of thinking and feeling to wear. But they are your dress, your tool, not YOU. They are just transient dresses that come and go, exist as manifested forms in binary opposites, or oscillation of positive and negative, good and bad, happy and sad. You can never find your true Self in them. Now, when I say 'YOU', I'm not talking to the thinker, but to the witness or observer of the thinker.  

I'm talking to the witness who is experiencing the transient process of thinking and feeling, not the thinking and feeling, wokay. I am connecting to the witness, in our journey to return to the ONE.

Hello!!



       

PUTUS TALIAN DAN BANGUN (LOGGING OFF & WAKING UP).

Semalam aku mimpi.

Dalam mimpi tersebut, aku dengar panggilan. Panggilan itu jemput aku putuskan talian dan bangun dari simulasi 'holodeck' aku sendiri, sekurang-kurangnya lima kali sehari. Ia mengingatkan bahawa aku semakin 'hilang diri' dalam holodeck buatan sendiri. Ia juga membisik yang aku dalam bahaya tergila-bayang dengan segala ilusi dan watak-watak yang telah aku main, hingga lupa bahawa semuanya adalah simulasi tiruan yang bertujuan untuk menguji.

Panggilan itu juga gemakan kata-kata berikut, "Takpa, jangan risau, setelah bertaut-kembali dengan hakikat Diri, kamu boleh masuk dalam talian semula, sambung mimpi, mainkan watak-watak kamu dan layan holodeck tu, tapi dalam keadaan yang sudah dibangunkan. Kamu akan lebih menikmatinya."

Lepas tu, aku terjaga dan bangun. 




Yesterday I had a dream. 

In the dream, I heard a call. It invited me to log off and wake up from my own 'holodeck' (simulation), at least five times a day. It reminded me that I was beginning to 'lose my true Self' in the holodeckIt also whispered that I was in a danger of totally identifying with all the illusions and fake characters that I have been playing to a point that I have forgotten that they were just fake simulations meant to test me.  

The call also echoed something like the following, "Don't worry, once you have reconnected back with your true Self-Essence-Being, you can log in and resume your dream, playing out your characters and re-engage with the holodeck, but in an awakened state. You will enjoy it even more."

Then I woke up. 


Wednesday, 26 March 2014

OPERASI MENCARI DAN MENYELAMATKAN KEMANUSIAAN.

Setiap musibah, bencana, tragedi, malapetaka, bala dan wabak adalah penzahiran secara kolektif dari getaran toksid fikiran serta perasaan umat manusia (jasad halus). 

Kesemuanya adalah 'panggilan kecemasan'  untuk umat manusia  bangun dan kembali kepada fitrahnya. Ia adalah panggilan untuk manusia berhijrah dari tidur kepada bangun, atau sedar. Adakala panggilannya lembut. Adakalanya keras, menyentak dan mengejutkan hingga menuntut korban nyawa yang amat memilukan.  

Panggilan ini juga adalah tanda atau isyarat. Setiap panggilan-tanda-isyarat adalah petunjuk. Setiap petunjuk perlu dibaca dan disingkap hijabnya agar memperolehi cahaya hidayah. 

Kita baru saja disentak dan dikejut dengan keras. Kita mungkin akan disentak dan dikejut lagi.

Oleh itu kekawan,  marilah kita bangun, sebelum terzahir lagi panggilan atau tanda-tanda zahir yang lebih keras, menyentak dan mengejutkan kita. Jika kita masih lena dihijab, akan terzahir banyak lagi panggilan kecemasan yang lebih menyentak.

Hiijab lena mimpi benda melupuskan kemanusiaan, membawa kegelapan, mengeruh dan membuat kita saling bertekak, bertelingkah, bergaduh, bergasak, bertegang-urat, berlaga ego, bermusuh 7 keturunan, bersyak-wasangka, berburuk-sangka, bercuriga, berdengki, berdendam, berbenci, malah berbunuh sesama sendiri. 

Kemanusiaan sedang diserang wabak lupa, lena, taksub dan hanyut dalam mimpi benda ciptaan minda. Mimpi benda ini dicemar racun, bertoksid, menjadikan jasad halus kita parah dan sakit.  Jasad halus umat manusia sedang tenat. Ketenatan ini semakin mudah dikesan menerusi media perdana (terutama media 'asing'), media alternatif dan yang paling menyerlah, media sosial yang sudah diglobal dan di'google'kan.

Jalan untuk bangun dan kembali kepada fitrah dibuka oleh TAUBAT. Taubat membuka denai hijrah. Taubat dibuka oleh pengakuan terhadap kelemahan dan kesilapan peribadi dan kolektif. Dengan pengakuan, umat manusia dapat berhijrah dari tidur dihanyut lena mimpi benda kepada kesedaran tinggi.

Taubat ditutup oleh minda dan perasaan yang berkocak dan bising. Ia tidak boleh dibuka oleh pergantungan kepada debat lojik akal semata-mata. Sains dan teknologi hanya denai dan alat saja. Ia terbatas. Malah sejak kebelakangan ini, segala keangkuhan pencapaian sains dan teknologi sedang diuji oleh keterbatasannya (atau kelewatannya) dalam menyelematkan manusia. Ia lebih pantas dan cepat digunakan untuk merosak dan membunuh kemanusiaan, dari menyelamatkannya. Akal yang tiada pemandu hanya taksub mencari kesalahan (orang lain), apatah lagi jika dipacu gelombang perasaan yang sudah disampuk dan dirasuk racun bertoksid.

Taubat dibuka oleh muhasabah diri (melihat dan mengakui kelemahan dan kesilapan diri) yang dipacu sifat keikhlasan dan menyerah lensa akal-fikir dan rasa kepada Pemiliknya yang Hakiki. Ia membebaskan roh (cahaya) dari penjara kegelapan tarikan graviti fikir dan rasa yang bising.  Ia melupus keruh. Ia menerang (melenyapkan kegelapan). Ia membangunkan kita semua dari terus dihanyut oleh lena mimpi kebendaan dan KPI dunia yang terlalu kita kejar seolah-olah ianya realiti abadi.
    
Oleh itu, sebelum kita terjurus untuk terus lebih meminta-minta dan memanjangkan hajat mimpi benda, marilah kita bertaubat dalam diam. 

Bertaubat dalam diam membolehkan kita merenung-semula segala kesilapan dan kelemahan secara peribadi dan kolektif. Ia memujuk kita untuk memohon ampun, membersih segala toksid fikir dan rasa yang sudah meracun, merasuk dan mengotorkan jasad halus kita secara peribadi dan kolektif sebagai umat manusia. 

Bertaubat dalam diam membolehkan kita menzikirkan kesyukuran pada setiap sekarang, memasang iltizam untuk kembali pada fitrah. Iltizam ini membolehkan kita menzahirkan hijrah dari mimpi benda yang lena kepada mimpi benda yang penuh kesedaran tinggi serta halus.

Bertaubat dalam diam menukar musibah, bencana, tragedi, malapetaka, bala dan wabak kepada penawar dan pedoman. Penawar dan pedoman ini mengisi setiap sekarang kita dengan zikir kesyukuran, memeluk kita dalam ikatan kasih sejati, ketenangan, kedamaian dan keriangan yang tidak boleh diungkap menerusi sebarang bentuk bahasa dan tanda zahir. 

Inilah operasi mencari (diri) dan menyelamatkan kemanusiaan yang paling kritikal ketika ini.



Friday, 21 March 2014

JOM LE KITA BANGUN KAWAN!! SETIAP SEKARANG (BAHAGIAN 2)


Fragmen 1

"Encik Hasnul, kenapa saya ni selalu je risau dan rungsing je?"

Saya respon,
"Sebab awak menyangka perasaan itu awak. Perasaan bukan awak, ia cuma reaksi atau respon jasad terhadap saranan minda. Saranan minda juga bukan awak. Bebaskan diri dari dipenjara, dihijab atau dipasung oleh saranan minda. Ia hanya alat atau pakaian sementara je. Kalau dah pakai lama, kena tanggal dan basuh. Kalau nak pakai pun, untuk tujuan praktikal menjalani pengalaman mimpi benda. Alat tak boleh jadi pengguna atau tuannya, Kalau tak, alat boleh makan tuan. Alat hanya tanda je, bahasa, perantaraan, jambatan, titian, bukannya lokasi tujuan atau makam diri. Jika tak berhati-hati, alat boleh menjadikan tuannya hamba tunggangan untuk membentuk identiti palsu (ego), termasuklah yang selalu risau dan rungsing. Cengkaman dan pergantungan sepenuhnya pada alat  (minda dan perasaan yang suka berpura-pura menjadi awak) boleh dibebaskan antaranya oleh solat dan segala amalan sunat yang Penghulu kita dah wasiatkan pada kita."


Fragmen 2

"I think, therefore I am" kata Descartes.

Saya respon,
"I think, therefore I am (slaved by my thinking)."

"Saya berfikir, maka saya ada......lah hamba pada fikiran"

.....dengan ribuan maaf kepada Descartes yang bertuhankan fikiran (lojik akal) saja. Juga ribuan maaf pada pewaris kontemporari saka badi Descartes, saudara Richard Dawkins.

Jom bangun, bebaskan diri dari penjara

JOM LE KITA BANGUN KAWAN!!, SETIAP SEKARANG (BAHAGIAN SATU)

Fragmen 1

"Encik Hasnul, saya rasa nak demam, saya tak dapat datang kelas hari ni."

Saya respon,
"Awak nak deman, saya tak mampu nak bagi. Punyalah banyak benda yang boleh dikehendaki dan diminta, awak minta demam. Cubalah cakap, saya nak sihat, mana ada manusia yang nak demam. Pelik."


Fragmen 2

"Encik Hasnul, saya tak suka dengan diri saya sekarang ni!"

Saya respon,
"Kalau macam tu, awak ni satu ke dua. Antara 'saya' dan 'diri saya' tu, mana satu yang benar-benar wujud? Yang mana satu hanya ilusi yang dicipta oleh minda (dan ego) awak?"


Fragmen 3

"Encik Hasnul, saya sedih la!!"

Saya respon,
"Bila pulak bapak awak bagi nama 'Sedih' pada awak? Bapak awak bagi nama elok-elok, awak cakap awak 'sedih'. Awak kan ke Hasnah binti Ahmad, bukan Sedih binti Ahmad. Bila pulak awak 'menjadi' apa yang awak rasa? Kejap sedih, kejap marah, kejap kecewa, kejap takut, kejap risau.....banyaknya nama. Itu semua, awak ke?"



 

Thursday, 20 March 2014

TAKING OFF THE STINKY DRESS.

So many people today are clever and smart. Mind-centered cleverness and smartness dominate our world today. Yet, thinking and living are two different experiences. 

Living and being come from awakening, enlightenment, consciousness and creativity. They do not exist 'in thinking or in mind'. Such experiences exist in silence and stillness outside time and space. Time and space are created by the mind. Both allow us to experience situations, but not being trapped by them. Awakening, enlightenment, consciousness and creativity can only be unveiled if we managed to detach the 'I' or 'me' from total identification with the mind or thinking. One needs to just 'be' (the silent witness) of mind, or the observer of thinking.

Yaaa, I know, that monster-child of mind called 'ego' in us will dismiss this as mumbo-jumbo nonsense. How can one be outside the mind??? 

But the truth is that the mind is just a dress we wear. Its an excellent tool nevertheless. It has been bestowed upon us to experience our dream of forms (physical-mental-emotional experiences). But the mind is not our true Self. Our true Self is the master and user of this tool, master of the mind, the silent witness. The tool cannot become its master or user. Think about a pointer (sign), it cannot become the pointed (or signified).

Yet, instead of being a 'dress that we wear' or mere tool, human mind has (pretended) to be the dresser. It has taken over its 'host', possessing the host even. So many people have totally identified (become totally dependent and attached) with their 'tools' to a point that the tool has become the master/user. The pointer has become the pointed. The sign has become the signified. 

The mind constantly needs to create a false sense of self (ego) to survive. It needs to feed on the past and the future, never the NOW. Thus, it is trapped by its own past and future, without ever 'being' and 'living' in the 'presence'/now. Collectively, it has become a toxic wasteland (collective toxic memories through ages and generations across many human civilizations), possessing its host, vibrating, transmitting and spreading its stinking signals like virus. It feeds on its own toxic 'shit'. It feeds on body-respond (emotion) to  turn itself into a monster that sucks life force or creative energy from 'being' and 'living'.  

Excessive 'thinking' will always pretend to be 'me' or the 'I' (thus, must be 'protected' at all cost). 

Excessive thinking that creates collective human 'unconsciousness' (or forgetness) is today at its critical stage. It is manifesting itself in myriads of tangible forms that we normally label as 'bencana', 'malapetaka', 'bala'.

Yaa, I can relate to your mental argument, very clever, smart. But mannnnn, the insecurity, fear, anxiety, anger, hate, envy, resent and grudge (no matter in what form, or whatever mental 'justification') that you project to feed that argument of yours, really stink!!!!! I could smell their stinks from kilometers away, even virtually.  

After so many years of tolerating such stinks, and at times wearing them (to a point that the 'stinks' have become 'me' whilst I can't smell them anymore), its time to take the stinking dress off. 

So, please excuse me, I need to go and change.  I need to wear a fresh new dress, now, and every NOW. (Setiap Sekarang)


MyUMNET DAN KEY PERFORMANCE AKHIRAT

Setelah tujuh tahun memakai baju tukang kebun muzium dan galeri universiti, saya tanggal dan simpan dalam almari. Ada banyak kesan yang mungkin tak terbasuh dan tertanggal walaupun dengan sabun basuh yang kuat. Bau pun susah nak tanggal. Baru-baru ini, saya kena pakai-semula.

Hampir di semua universiti di Malaysia, tersimpan himpunan khazanah dan koleksi warisan ilmu sains, seni, budaya, sejarah yang adakalanya seperti terpinggir. Semuanya hadir dalam bentuk karya-karya seni, artifak budaya dan sejarah, dokumen, manuskrip, spesimen. Ada berpuluh-puluh muzium dan galeri universiti di rantau Asia Tenggara, kesemuanya persis pulau-pulau kecil yang terpencil dalam lautan kampus masing-masing. 

Tapi sebelum tu, seperti juga banyak filem-filem dan drama Melayu, izinkan saya flashback kejap.

Sekitar 2009, Ahmad Mashadi, Shabir Mustaffa (Muzium NUS, Singapura), Prof. Patrick Flores (Vargas Museum & Gallery, University of Philipphines-UP, Manila) dan saya, berjumpa ketika persidangan UMAC (University Museums & Collections) dan ICOM (International Council of Museums)di Shanghai China. Di sebuah kafe kopi pekat, kami berbincang sambil memasang angan-angan untuk menghubungkan pulau-pulau (muizum dan galeri universiti) yang adakalanya di'pulaukan' ini dalam satu rangkaian serantau, agar suara Asia Tenggara lebih bergema dalam UMAC  yang dinaungi oleh ICOM. Kami merasakan UMAC adakalanya terlalu pekat bau saka kolot-nialnya, dan berwajah terlalu pucat (putih). Nadanya terlalu mono. 

Niat dan angan-angan awal ini disusul Persidangan Antarabangsa UMNET (Universiti Museums Network, South East Asia) yang pertama di UP, Manila. Dalam persidangan ini, beberapa muzium dan galeri universiti di sekitar Manila turut serta, begitu juga dengan Galeri Soedmadja  di Institut Teknologi Bandung (ITB), Indonesia. Pak Aminuddin Siregar dan Pak Deden mewakili Galeri Soedmadja. Aminuddin juga seorang kurator dan penulis seni rupa yang prolifik dan terkenal di Indonesia. Deden lebih dikenali dalam bidang fotografi dan rekabentuk.

Persidangan pertama ini disusul persidangan kedua di MGTF (Muzium & Galeri Tuanku Fauziah (MGTF) USM. Ketika persidangan ini, satu jawatankuasa interim dibentuk. Aminuddin dipilih Presiden, saya jadi naibnya. Deraf 'perlembagaan'nya dibentuk oleh pasukan Ahmad dari NUS,yang bertindak sebagai sekretariat. Denai awal membina profil serantau dan antarabangsa untuk muzium dan galeri universiti di Malaysia dan Asia Tenggara sudah dibuka. Kerja buka denai awal seolah dah jadi job spec wajib saya.

Malangnya, selepas persidangan kedua, ia senyap seketika, mungkin kerana semua (Aminuddin, Ahmad, Patrick, saya dll) sibuk, dan kekangan kewangan (tajaan). Aminuddin pula kehilangan beberapa orang kuat (anak-anak didiknya) yang hampir semua (yang saya kenal ada empat) telah menjadi antara seniman superstar muda di Indonesia.  Aminuddin yang saya kenal, lebih gemar aktiviti dalam bentuk pameran, persembahan, bengkel dan penerbitan dari hanya bersidang dan berbincang. Dia juga selalu sibuk dengan Biennial antarabangsa.

Ketika persidangan UMAC di Singapura pada 2011, Ahmad dan saya berjumpa lagi, kali ini disertai oleh Dr. Nor Edzan (Ketua Perpusakawan Universiti Malaya, yang juga dipertanggungjawabkan dengan Muzium Seni Asia dan Galeri Seni Universiti Malaya). Dari situ, timbul minat untuk 'memanaskan' semula UMNET. Selepas pulang dari Singapura, Dr. Edzan mengatur suatu mesyuarat awal untuk menubuhkan MyUMNET (peringkat Malaysia), bagi menyatukan kesemua muzium dan galeri universiti tempatan dalam satu naungan kebangsaan (dan kemudiannya serantau). 

Tak lama lepas tu, saya terpaksa menggalkan baju 'tukang kebun' pada 2012 untuk memberi tumpuan pada 'hidup'. MyUMNET senyap kembali. 

Baru-baru ini, saya dijemput oleh Aziz (Ketua Muzium dan Galeri UM) untuk membentangkan kertas-kerja sempena perbincangan meja bulat penubuhan MyUMNET. Aziz jejak saya menerusi blog. 

Ternyata Dr.Edzan komited dengan benih niat awal yang ditanam dulu. Awalnya saya tolak kerana dah simpan baju tukang kebun. Lagipun, kebun tumpangan saya di belakang MGTF USM pun dah diarah tutup kedai. 

Tapi kerana memikirkan UMNET ni angkara saya memandai-mandai dengan Ahmad dan Prof. Patrick di Shanghai dulu, dan mengambil-kira permintaan kawan-kawan dari UM, saya menerimanya.

Syukur, ianya berjalan dengan baik. Saya bentang kertas tentang kreativiti, Aminuddin tentang pengalaman Galeri Soedmadja dan Aziz tentang dasar dan polisi. Selepas pengenalan pendek dari setiap muzium dan galeri universiti yang menghantar wakil (UPM, UKM, UMP, UMS, UUM, UPSI), sebuah jawatankuasa MyUMNET dibentuk. 

Beberapa isu dibincangkan, yang paling kritikal adalah soal kemahiran kuratorial dan strategi kerjasama yang boleh meringankan kekangan peruntukan serta kewangan. Isu kuratorial dan kekangan kewangan dah jadi badi wajib, yang sebenarnya ada penawar.  Pembentangan dari Pak Aminuddin boleh dijadikan contoh, bagaimana Galeri Soedmadja kini telah menjadi galeri paling aktif, dipandang tinggi dan 'in-demand' di Bandung, jika tak pun di Indonesia, walaupun tidak mendapat peruntukan kewangan besar dari institusi (ITB). Sepuluh tahun sebelum itu, ia hanya gudang buruk. Tak payahlah saya cerita tentang pengaslaman berkebun di MGTF USM.

Saya doakan jawatankuasa ini dapat merealisasikan segala yang pernah diangan-angankan sewaktu ide awalnya dicetus dulu. Jika tiada aral, diharap dapat dianjurkan persidangan peringkat Asia Tenggara dan dilantik jawatankusa peringkat serantau yang baru. Semasa melawat Muzium dan Galeri Bank Negara yang gah hari tu, ada tawaran penajaan. Bila dah buka buka niat baik, Allah akan beri jalan, kadang-kadang hampir serta-merta, jika hati kita ikhlas dan takda udang sebalik mee.
 
Terima kasih tidak terhingga buat rakan-rakan dari Muzium Seni Asia dan Galeri Seni Universiti Malaya atas kesudian menjemput saya, juga kejayaan menganjurkan Perbincangan Meja Bulat baru-baru ini. Tahniah atas usaha menubuhkan Malaysian University Museums Network (MyUMNET).  Terima kasih atas cadangan menjadikan saya penasihat. Doakan saya sihat.

Terima kasih juga kepada kawan-kawan lain dari beberapa muzium dan galeri UMS, UPM, UKM, UPSI, UMP, UUM atas sokongan dan kesudian mendengar saya merapu tentang kreativiti. Kreativiti tak boleh diakses menerusi KPI Universiti yang bias otak kiri. Mohon maaf jika terpaksa dengar saya mencubit galeri korporat universiti (untuk menunjuk-nunjuk 'kejayaan') dan mengusik sikap segelintir dalam akademia (terutama yang terlebih guna otak kiri) terhadap kewujudan dan peranan muzium dan galeri dalam sesebuah universiti. 

Sebagai 'orang gaji' rakyat Malaysia, saya mendoakan agar kita semua dapat melaksanakan peranan masing-masing dengan hidayah berterusan dari ALLAH. Semoga segala 'gaji' dan 'peruntukan' yang dilabur dan disumbangkan oleh rakyat dapat dipulangkan dividennya semula kepada mereka dalam bentuk khazanah dan warisan ilmu yang bernilai merentas zaman, juga merentas dan berhijrah dari KPI ke KPA (Key Performance Akhirat). Untuk manusia macam saya yang pelupa, ianya lebih afdal.

InsyaAllah.

AYAHKU & NELAYAN

(Selepas "Ayahku dan Angkasawan" oleh Ibrahim Hussein) Kita singgah ke Kampung Baru, Manjung, Perak. Ini pekan nelayan. Dekat deng...